GELORA.CO - Aktris Sandra Dewi hadir sebagai saksi untuk sang suami, Harvey Moeis, dalam sidang kasus korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah di Kepulauan Bangka Belitung.
Dalam kesempatan itu, Sandra Dewi mengaku tidak tahu-menahu soal kerja sama Harvey Moeis dengan PT Timah selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Sandra Dewi hanya mengetahui, Harvey Moeis ingin membantu rekannya, Suparta selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), karena sudah menganggapnya sebagai orang yang dituakan.
"Untuk urusan timah ini, beliau hanya bicara kepada saya, beliau ingin membantu. Membantu saja, Pak Suparta, orang yang beliau tuakan," jelas Sandra Dewi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (10/10/2024), dikutip dari YouTube KompasTV.
Lebih lanjut, Sandra Dewi mengaku akan melarang Harvey Moeis, jika dirinya tahu sang suami bakal bekerja sama dengan perusahaan BUMN.
Alasannya, ia menilai BUMN harus mendapatkan untung.
Padahal, bagi Sandra Dewi dan Harvey Moeis sebagai pengusaha, bisnis tak melulu untung, melainkan ada rugi.
"(Harvey Moeis) nggak cerita (soal kerja sama dengan perusahaan BUMN, PT Timah). Kalau saya tahu, saya larang, Yang Mulia," kata Sandra Dewi.
"Setahu saya, kalau kita melakukan usaha, ada untung, ada rugi, Yang Mulia. Tapi, kalau BUMN kan harus untung."
"Jadi itu risikonya besar (bekerja sama dengan BUMN). Jadi kalau saya tahu, saya tidak akan mengizinkan," tegasnya.
Sandra Dewi lantas menyinggung nasib teman-teman pengusahanya yang pernah bekerja sama dengan BUMN.
Menurut ibu dua anak itu, hampir semua teman-temannya yang bekerja sama dengan BUMN, berurusan dengan penegak hukum.
Karena itu, ia menegaskan, bekerja sama dengan BUMN memiliki risiko tinggi.
"Saya jelaskan kenapa saya akan melarang suami saya membantu perusahaan BUMN."
"Seperti yang saya ketahui, banyak teman-teman pengusaha saya, yang menjadi supplier BUMN, yang bekerja sama dengan BUMN, ujung-ujungnya sebagian besar berakhir berurusan dengan penegak hukum. Menurut saya berisiko tinggi," tutur Sandra Dewi.
Ia pun kembali menegaskan, dirinya bakal melarang Harvey Moeis jika tahu sang suami bekerja sama dengan BUMN.
"Kalau saya tahu, saya tidak akan mengizinkan, Yang Mulia," tegasnya.
Mengaku Tahu Nama Suparta, tapi Tak Kenal
Di kesempatan yang sama, Ketua Majelis Hakim, Eko Aryanto, bertanya pada Sandra Dewi soal Suparta.
Sandra Dewi mengaku tidak mengenal Suparta, melainkan hanya mengetahui namanya.
Sebab, menurut Sandra Dewi, Harvey Moeis beberapa kali pernah bercerita tentang Suparta yang dianggap sebagai paman.
"(Saya) nggak kenal (Pak Suparta), Yang Mulia. Saya hanya tahu namanya," ungkap Sandra Dewi.
"(Saya dengar nama Pak Suparta) dari suami saya. Dia cerita kalau Pak Suparta ini orang yang dia tuakan, orang yang dianggap sebagai om," imbuhnya.
Saat ditanya kembali oleh Eko, apakah Sandra Dewi mengetahui Suparta bekerja di bidang peleburan timah, aktris tersebut tak membantah.
"Kalau (Pak Suparta) bekerja timah, iya (Harvey Moeis bercerita)," jawab Sandra Dewi.
Meski pernah mendengar cerita tentang Suparta, Sandra Dewi mengaku tak tahu Harvey Moeis kerap bepergian dengan Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) itu.
"Enggak (tahu Harvey Moeis sering bepergian dengan Pak Suparta). Tidak tahu," kata Sandra Dewi.
Sebagai informasi, dalam kasus korupsi PT Timah ini, terdapat 22 tersangka, termasuk Harvey Moeis dan Crazy Rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim.
Berikut daftarnya, dikutip dari situs resmi Kejaksaan RI:
Toni Tamsil alias Akhi (TT), terkait obstruction of justice;
Suwito Gunawan (SG), Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) atau perusahaan tambang di Pangkalpinang, Bangka Belitung;
MB Gunawan (MBG), Direktur PT SIP;
Tamron alias Aon (TN), beneficial owner atau pemilik keuntungan dari CV Venus Inti Perkasa (VIP);
Hasan Tjhie (HT), Direktur Utama CV VIP;
Kwang Yung alias Buyung (BY), mantan Komisaris CV VIP;
Achmad Albani (AA), Manajer Operasional Tambang CV VIP;
Robert Indarto (RI), Direktur Utama PT Sariwiguna Binasentosa (PT SBS);
Rosalina (RL), General Manager PT TIN;
Suparta (SP), Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT);
Reza Andriansyah (RA), Direktur Pengembangan Usaha PT RBT;
Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT), Direktur Utama PT Timah 2016-2011;
Emil Ermindra (EE), Direktur Keuangan PT Timah 2017-2018;
Alwin Akbar (ALW), mantan Direktur Operasional dan mantan Direktur Pengembangan Usaha PT Timah;
Helena Lim (HLN), Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE);
Harvey Moeis (HM), perpanjangan tangan dari PT RBT;
Hendry Lie (HL), beneficial owner atau pemilik manfaat PT TIN;
Fandy Lie (FL), marketing PT TIN sekaligus adik Hendry Lie;
Suranto Wibowo (SW), Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung 2015-2019;
Rusbani (BN), Plt Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung Maret 2019;
Amir Syahbana (AS), Plt Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung;
Bambang Gatot Ariyono, mantan Dirjen Minerba Kementerian ESDM periode 2015-2022.
Adapun dalam perkara kasus korupsi timah ini, perusahaan pemilik smelter dinilai mengakomodir penambangan timah ilegal di wilayah izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah di Bangka Belitung.
Hasil penambangan yang dibeli dari penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah kemudian dijual oleh perusahaan pemilik smelter ke PT Timah seolah-olah ada kerja sama sewa menyewa alat peleburan.
Adapun harga yang ditetapkan penyewaan alat tersebut, terdapat kemahalan atau lebih tinggi dari pasaran, yakni USD 3.700 per ton.
Menurut jaksa, penetapan harga itu dilakukan tanpa studi kelayakan yang memadai
Sumber: Tribunnews